Resensi buku La tahzan 'Aidh Al-Qorni
Lā
Taẖzan
Teman Setia Yang Penuh Inspirasi
Judul
terjemahan : Lā Taẖzan, jangan
bersedih
Penulis : ‘Aidh Al-Qorni
Penerjemah : Samson Rahman
Penerbit : Qisthi Press
Cetakan : Ketigapuluh delapan,
April 2007
Tebal : xxviii+571
Entah bagaimana saya harus
mensyukuri dua buah pertemanan ini. Teman pertama, ia seorang yang sangat
mencintai ilmu. Setiap hari ia pasti memperoleh tambahan ilmu. Orang yang satu
ini tidak bisa diam terhadap buku. Menjelang tidur, sehabis melakukan pekerjaan
di siang hari, atau sehabis menunaikan shalat subuh sebelum berangkat bekerja,
ia pasti menyempatkan dirinya membaca buku. Bahkan tidak jarang buku
dijadikannya sebagai bantal untuk tidurnya. Saking cintanya pada buku karena di sana tersimpan banyak ilmu. Sebagai
wujud kecintaannya kepada ilmu, sering kali ia bergurau kepada saya ataupun
teman-teman yang lain: “ilmu adalah istri pertama saya, kalau saya menikah
berarti itu adalah istri kedua saya.”
Di antara koleksi buku pribadinya
yang ia simpan, ada satu buku yang saya sangat suka untuk membacanya. Saya
meminta ijin kepada teman pertama agar membolehkan saya membaca buku tersebut
kapan saja saya mau. Teman pertama saya pun membolehkan. Setiap kali saya
membaca buku itu seolah sinar terang kegembiraan menyinari hati saya dan rasa
nikmat pun melanda perasaan saya. Alẖamdulillāhirabbil’ālamīn.
Mengetahui kecintaan saya terhadap
buku itu, tanpa saya pernah menduganya, teman pertama saya pun memberikan buku
itu kepada saya sebagai hadiah. “Silakan buat pa Iman, tapi ada syaratnya, pa
Iman harus tamat membaca buku ini.” Dengan gembira saya terima hadiah itu dan
tentu saja dengan itikad untuk memenuhi syaratnya yakni menamatkan membaca buku
tersebut. Inilah teman kedua yang saya maksud, teman yang sangat dermawan
memberikan kegembiraan tanpa minta balasan. Buku terjemahan Samson Rahman Lā Taẖzan, Jangan Bersedih yang ditulis oleh Dr. ‘Aidh Al-Qorni.
Tidak berlebihan jika saya katakan
bahwa buku ini sangat hebat. Bagaimana tidak hebat, dari tahun pertama
cetakannya oleh penerbit Qisthi Press pada bulan September tahun 2003, pada
bulan April tahun 2007 buku ini sudah mengalami cetakan yang ketigapuluh delapan.
Ini menjadi bukti bahwa buku ini sangat digemari. Selain itu, buku aslinya
(dalam bahasa Arab) termasuk sebagai buku terlaris di Timur Tengah.
Sesuai dengan judulnya “jangan
bersedih”, dalam buku ini disuguhkan banyak pedoman agar kita tidak bersedih
hati dalam menjalani kehidupan ini meski apa pun yang menimpa kita. Sebaliknya
kita harus bergembira menjalani hari-hari yang dijalani, terus bekerja dan
berkarya memberikan amal terbaik atas karunia usia yang Allah berikan. Tidak
tanggung-tanggung, buku ini memberikan suguhan hidangan sebanyak 392 sub judul,
dengan isi yang sangat bervariasi sehingga tidak membosankan dan disertai gaya
bahasa sastra yang piawai sehingga nikmat rasanya di setiap tulisan-tulisannya.
Dalam
salah satu tulisannya dengan subjudul “Bersedih:
Tak Diajarkan Syariat dan Tak Bermanfaat”, dengan memberikan nash-nash
al-Quran dan hadits, buku ini mencoba memberikan pencerahan kepada pembaca agar
tidak bersedih dan tidak menyukai kesedihan. Kesedihan justru harus
disingkirkan seperti halnya penyakit itu harus diobati dan bukan dipelihara. Dalam
buku itu dikatakan:
“Bersedih itu hanya akan memadamkan
kobaran api semangat, meredakan tekad, dan membekukan jiwa. Dan kesedihan itu
ibarat penyakit demam yang membuat tubuh menjadi lemas tak berdaya. Mengapa
demikian? Tak lain, karena kesedihan hanya memiliki daya yang menghentikan dan
bukan menggerakkan. Dan itu artinya sama sekali tidak bermanfaat bagi hati.
Bahkan, kesedihan merupakan satu hal yang paling disenangi setan. Maka dari
itu, setan selalu berupaya agar seorang hamba bersedih untuk menghentikan
setiap langkah dan niat baiknya. Ini telah diperingatkan Allah dalam
firman-Nya, {Sesungguhnya pembicaraan rahasia itu adalah dari setan supaya
orang-orang mukmin bersedih hati..} (QS. Al-Mujādilah:10).”
(halaman 48)
Lebih
lanjut lagi dalam buku itu dijelaskan bahwa bersedih itu tidak diajarkan
syariat dan tidak bermanfaat. Landasan atas hal ini yaitu bahwa Rasulullah Saw.
senantiasa memohon perlindungan dari Allah agar dijauhkan dari kesedihan, yakni
doa: “Allaahumma innii a’uudzubika minal hammi wal huzni” ‘Ya Allah, aku
berlindung kepada-Mu dari kesusahan dan kesedihan’ (halaman 49).
Tidak
cukup dengan pengarahan-pengarahan ilmiah, buku ini melakukan pencerahan kepada
pembaca lewat sentuhan lain. Diantara sentuhan yang dilakukan buku ini yaitu
sentuhan emosi melalui kata-kata yang diramu dengan indah dan nada kata-kata
yang tegas. Salah satu contoh sentuhan kata-kata indah -tapi tetap ilmiah- yang
dilakukan buku ini yaitu:
“Kesedihan dapat membuat hidup menjadi
keruh. Ia ibarat racun berbisa bagi jiwa yang dapat menyebabkannya lemah
semangat, krisis gairah, dan galau dalam menghadapi hidup ini. Dan itu, akan
berujung pada ketidakacuhan diri pada kebaikan, ketidakpedulian pada kebajikan,
kehilangan semangat untuk meraih kebahagiaan, dan kemudian akan berakhir pada
pesimisme dan kebinasaan diri yang tiada tara.”
(halaman
49).
Setelah memberikan pencerahan
paradigma tentang buruknya kesedihan, penulis melakukan pencerahan lanjutan
agar pembaca tidak terjebak pada satu lembah persepsi yang mencela kesedihan.
Faktanya, ada juga rasa sedih yang baik yaitu rasa sedih yang timbul dari
kekuatan keimanan seperti digambarkan dalam Al-Quran surat At-Taubah: 92.
Tentang hal ini, dalam buku ini dijelaskan secara gamblang kesedihan seperti
apa yang merupakan kesedihan yang terpuji itu. “Kesedihan yang terpuji –yakni
yang dipuji setelah terjadi- adalah kesedihan yang disebabkan ketidakmampuan menjalankan
suatu ketaatan atau dikarenakan tersungkur dalam jurang kemaksiatan. Dan
kesedihan seorang hamba yang disebabkan oleh kesadaran bahwa kedekatan dan
ketaatan dirinya kepada Allah sangat kurang. Maka, hal itu mendandakan bahwa
hatinya hidup dan terbuka untuk menerima hidayah dan cahaya-Nya (halaman 50).
Pada bagian yang lain, buku ini
memberikan pengarahan agar pembaca tergerak hatinya untuk menjadi orang yang
produktif, melakukan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat, serta terhindar dari
sifat berkeluh kesah. Misalnya saja dalam subjudul-subjudul “Keutamaan buku”,
“Faedah membaca”, “Bekerjalah anda”, “Tekad baja”, “semangat yang menembus
langit” pengarahan tersebut akan sangat dirasakan jika kita membacanya. Penulis
tidak suka melihat orang yang duduk berpangku tangan tanpa berusaha.
Buku ini sangat layak dibaca, baik oleh
orang tua maupun orang muda, baik oleh perempuan maupun laki-laki. Menurut
hemat saya, ada empat faktor yang menjadikan buku ini enak dibaca sekaligus
banyak manfaat, yaitu:
1. Buku
ini mengandung banyak subjudul tapi sedikit-sedikit sehingga tidak bosan.
2. Keluasan
wawasan penulis. Hal ini membuat kita senang membaca buku itu karena menjadi
bangga terhadap penulis karena penulis bukan orang sembarangan. Pada saat kita
bangga kepada penulisnya maka bertambah rasa senang kita terhadap buku itu
karena buku yang kita baca adalah buku berkualitas.
3. Buku
ini memiliki gaya bahasa yang bagus, yang membuat jiwa kita enak berada dalam buaian
untaian kata-katanya.
4. Selain
sebagai buku motivasi, buku ini memberikan informasi-informasi yang sangat
bermanfaat sebagai tambahan pengetahuan.
Buku
ini sangat cocok dijadikan teman di saat perjalanan, mengisi waktu saat naik
mobil, mengisi waktu saat berada dalam antrian panjang, atau menjadi teman
penghibur saat kita berada dalam masa sulit. Buku ini cocok dijadikan materi
pekanan untuk kultum atau untuk ditempel di mading sekolah, mading kantor
maupun mading masjid. Selamat mencicipi menu hidangan untuk pikiran dan
perasaan yang disuguhkan buku ini: Lā Taẖzan,
jangan bersedih.[]
**
Subang, 13 Mei 2013
Iman Salman, S.Si.
Belum ada Komentar untuk "Resensi buku La tahzan 'Aidh Al-Qorni"
Posting Komentar